Ketika ku bangun dari tidur ku yang lelap, aku langsung membuka jendela dengan niat untuk menikmati udara pagi ini. Tetapi bukan indahnya pagi yang ku lihat, namun yang ku lihat hanya kabut yang menyelimuti gedung-gedung di sekitar rumah ku itu dan matahari pagi yang memancarkan cahayanya yang berkilau dan menerpa jendela kamar ku nampak kurang terang sinarnya akibat tertutup kabut yang menyelimutinya. Aku pun langsung pergi ke halaman lalu duduk dibawah pohon cemara yang sudah tua. Di sekelilingku tampak bunga-bunga kecil yang tumbuh asri dan ditemani oleh beraneka dedaunan kering yang terbaring dengan lekukan tak beraturan. Aku mulai menyapu daun-daun tersebut agar halaman ku terlihat bersih dari sampah daun tersebut.
Setelah aktivitas menyapu itu, lalu mataku melihat lebih jauh ke sekeliling wilayah rumah ku, banyak perubahan yang terjadi setelah 3 tahun aku tinggal di daerah ini. Yang kulihat sekarang, tempat-tempat di sekitar ku sudah sangat jauh berbeda. Tadinya sekeliling rumah ku dan tetangga ku masih banyak lahan-lahan yang ditumbuhi pepohonan yang rimbun pada saat awal aku pindah kesini, namun sekarang semuanya berganti dengan beberapa gedung perkantoran dan membuat daerah rumah ku menjadi pemukiman padat. Karena banyak gedung-gedung yang dibangun di sekitar rumah ku, hiruk pikuk kendaraan pun ikut jadi ikut bertambah dan kendaran-kendaraan yang tiada hentinya melaju di jalan pun meninggalkan kepulan-kepulan asap yang dimana menghasilkan gas karbondioksida dan membuat polusi udara. Belum lagi ditambah bisingnya suara-suara dari knalpot kendaraan bermotor yang membuat telinga ku sakit. Aku pun melihat sekeliling, ternyata daerah rumah tempat ku kini berada hanyalah sebuah komplek diantara gedung-gedung pencakar langit. Aku pun mencoba menghela nafas panjang, wangi bunga-bunga di halaman rumah ku yang tadinya enak dirasakan oleh hidung kini berganti dengan aroma yang tidak enak dan sungguh menyesakkan dada. Aku lalu mencoba pergi dari rumah ku dan berjalan langkah demi langkah menyusuri trotoar dan berharap dapat menghirup udara pagi yang segar, tetapi semakin jauh aku berjalan, malah semakin tidak enak rasanya dan membuat sesak dada ku.
“Akh… Polusi.” Aku bergumam dengan kesal.
Tepat di tepi trotoar aku berdiri, ku lihat banyak kendaraan yang berlalu lalang dan silih berganti sehingga membuat kemacetan di daerah tersebut. Aku mencoba bergegas dari tempat itu, tetapi beberapa meter aku berjalan, ku lihat lagi kendaraan dan masih saja terjadi kemacetan. Kenapa kemacetan selalu jadi permasalahan? Apakah tidak ada penanganannya? Mungkin itu hanya pertanyaan standar. Semakin padatnya gedung-gedung perkantoran di daerah ku, eksploitasi lahan untuk pembangunan gedung-gedung semakin gencar dilakukan pihak-pihak industri. Lalu dengan banyaknya gedung-gedung perkantoran, semakin banyaknya juga orang yang berlalu lalang ke tempat itu dan banyak juga yang menggunakan kendaraan bermotor. Solusi akhir dari kemacetan ini adalah menumpuknya kendaraan dan akibatnya menimbulkan polusi udara.
Aku pun mulai berpikir keras. Mungkin industri-industri seperti ini memang tidak mengganti dengan hal yang lebih baik, tapi mereka menggantinya dengan pagar-pagar beton. Mereka pun tidak menyadari bahwa tumbuh-tumbuhan dan bumi kita sedang menangis, meratapi polusi-polusi yang datang untuk membunuh mereka. Hal-hal seperti bencana alam yang datang adalah bukti kemurkaan mereka, dan tentunya akan merugikan kita juga. Ingatkah beberapa tahun silam, ketika kampanye perubahan iklim sedang digembar-gemborkan? Kita baru bertindak ketika pemborosan energi telah terjadi, sebelumnya kita seakan acuh pada lingkungan kita sendiri dan akibat pemborosan energi serta asap dari kendaraan bermotor tersebut sekaligus memberikan efek rumah kaca pada langit akibat gas pembuangan yang mengapung di atmosfir serta memberikan efek buruk terhadap sejuta umat manusia di dunia.
Pentingnya menjaga lingkungan harus diterapkan sejak dini dan kita semua harus paham betul tentang dampak yang akan terjadi jika kita tidak menjaga lingkungan dengan benar. Janganlah menjadi manusia yang egois, alam ini bukan hanya milik generasi kita, masih ada generasi-generasi selanjutnya yang ingin merasakan kesejukan pepohonan serta keasrian lingkungan. Janganlah ditebang sembarangan, masih akan ada generasi yang ingin merasakan udara pagi yang sejuk dan teduh serta jangan pula mencemari udara dengan asap kendaraan. Saat ini pun banyak Renewable Energy yang bisa menjadi pilihan terbaik dalam menghadapi situasi seperti ini. Banyak yang kita bisa manfaatkan dari alam sekitar kita sebagai sumber energi mulai dari matahari, angin, panas bumi dan bahkan air. Tanpa kita sadari, matahari memberikan banyak manfaat dalam kehidupan dan salah satunya bisa sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan tanpa menghasilkan emisi gas karbon yang dapat mencemari udara. Sinar matahari yang kita dapatkan dapat diolah menjadi energi dengan perantara alat seperti Solar Panel.
Solar Panel sendiri sebagai salah satu alat untuk menghasilkan Renewable Energy bisa jadi pilihan, mengingat sumber energi yang diterima oleh alat tersebut tak akan habis. Terlebih lagi untuk kita yang tinggal di Indonesia, negara kita berada di garis khatulistiwa sehingga sepanjang tahun akan terus disinari oleh matahari sehingga Solar Panel sangat potensial untuk menjadi sumber energi baru yang dipasang di rumah maupun gedung-gedung perkantoran anda. REEF sebagai aplikasi financing berbasis Blockchain hadir sebagai solusi untuk mempermudah masyarakat yang tak ingin terus menjadi korban emisi karbon di masa depan. Bekerjasama dengan perusahaan JSKY sebagai produsen Solar Panel, REEF mengajak kita untuk mengubah gaya hidup dan beralih ke Solar Panel. Jika bisa dilakukan, anda minimal sudah berkontribusi untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Ingin tahu lebih banyak tentang REEF langsung saja klik https://www.reef.id untuk informasi selengkapnya.